Abstrak
BMT (Baitul Mal wat Tamwil) walaupun tidak diakui sebagai lembaga keuangan non-bank, namun pada prinsipnya lembaga BMT-BMT ini telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana; dari, untuk dan oleh masyarakat. Problematika BMT tidak hanya sebatas legalitas hukum yang memayunginya saja, tetapi juga terkait dengan hukum jaminan.
Peneliti mengangkat permasalahan, Pertama, Bagaimanakah konsepsi hukum jaminan yang dipakai oleh Lembaga Keuangan Syari’ah (BMT), Kedua, Bagaimanakah pelaksanaan hukum jaminan yang diterapkan oleh BMT di Kota Semarang dan yang Ketiga, Bagaimanakah dampak penerapan hukum jaminan oleh BMT di Kota Semarang.
Metode pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yakni mengungkapkan kaidah-kaidah normatif yang terdapat dalam hukum Islam, dan peraturan perundang-undangan yang terkait tentang hukum jaminan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yakni yaitu memaparkan, menggambarkan dan menganalisis hukum jaminan menurut peraturan perundangan yang berlaku dan menurut hukum Islam.
BMT – BMT di Kota Semarang dalam memberikan Pembiayaan / kredit pada dasarnya telah menerapkan prinsip – prinsip yang ditetapkan oleh hukum jaminan yang berlaku dan hukum jaminan menurut Hukum Islam.
Dalam prakteknya, BMT – BMT di kota Semarang, tidak menerapkan hukum jaminan seperti yang diharapkan peraturan –peraturan sebagaimana yang dimaksud (law in book). Di sana ditemukan penyimpangan – penyimpangan: beragamnya barang jaminan yang dipakai, pengikatan barang jaminan yang hanya di bawah tangan, eksekusinya barang jaminan sering juga hanya dilakukan hanya bawah tangan yang hal ini rawan terhadap penyimpangan. Pelaksanaan hukum jaminan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum eksekutorial. Penyelesaian sengketa hanya bisa dilakukan secara musyawarah tidak sampai pada upaya litigasi ke pengadilan. Jika upaya non litigasi tidak berhasil dan upaya litigasi tidak mempunyai dasar kekuatan hukum maka yang terjadi adalah penyitaan dengan pemaksaaan untuk selanjutnya dilakukan eksekusi barang jaminan.
Kata Kunci: Implementasi Hukum Jaminan, Lembaga Keuangan Mikro Syari'ah, dan BMT
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk memahami konsep hukum jaminan menurut syariat Islam dan peraturan perundangan lainnya yang menjadi landasan operasional dari Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah
2. Untuk memahami implementasi hukum jaminan yang diterapkan oleh BMT di Kota Semarang
3. Untuk memahami akibat hukum penerapan hukum jaminan oleh BMT di Kota Semarang.
Kerangka Pemikiran
Menurut operasionalisasi BMT khususnya dalam memberikan pembiayaan terdapat beberapa skema akad yang digunakan, antara lain: musyarakah, murabahah, mudharabah, ba’i bi tsaman ajil, qardul hasan, dll. Akan tetapi yang paling dominan adalah murabahah, dan Bai Bitsaman Ajil. Hal tersebut karena dengan akad tersebut BMT lebih terjamin keuntungan yang diperoleh dari pada menggunakan skema pembiayaan dengan menggunakan akad lainnya.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. BMT – BMT di Kota Semarang dalam memberikan Pembiayaan / kredit telah menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential) dan telah menerapkan prinsip-prinsip umum sebagaimana yang diatur oleh hukum jaminan yang berlaku yaitu:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya yang mengatur tentang perjanjian dan kredit. (1131 dan pasal 1132).
b. Undang-Undang Hak Tanggungan (Undang-Undang No. 4 Tahun 1996)
c. Undang – Undang Fidusia (Undang-Undang No. 42 Tahun 1999)
d. Dan peraturan lainya yang terkait dengan pembiayaan / kredit dan jaminan
Sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syari’ah, disamping menerapkan hukum jaminan sebagaimana tersebut di atas, BMT juga menerapkan hukum jaminan menurut Hukum Islam, antara lain:
a. Gadai (Rahn)
b. Jaminan (Kafalah)
c. Mudharabah dan Musyarakah
2. Dalam Prakteknya, BMT – BMT di kota Semarang, tidak menerapkan hukum jaminan seperti yang diharapkan peraturan –peraturan sebagaimana yang dimaksud (law in book). Di sana ditemukan penyimpangan – penyimpangan (deviasi) misalnya:
a. Beragamnya barang jaminan yang dipakai, sehingga tidak semua barang jaminan tersebut dapat memenuhi aturan perundangan.
b. Pengikatan barang jaminan yang hanya di bawah tangan. Dikarenakan beragamnya barang jaminan yang dipakai, maka tidak semua barang jaminan dapat diikat sesuai dengan peraturan, misalnya Fidusia untuk benda bergerak, atau Hak Tanggungan untuk benda tak bergerak.
c. Eksekusinya barang jaminan sering hanya dilakukan hanya bawah tangan yang hal ini rawan terhadap penyimpangan.
3. Akibat hukum pelaksanaan hukum jaminan yang demikian itu mengakibatkan dampak sebagai berikut:
a. Barang jaminan yang diikat hanya dengan bawah tangan sekalipun perjanjiannya (akadnya) tidak batal akan tetapi pengikatan barang jaminan tidak mempunyai kekuatan hukum eksekutorial.
b. Penyelesaian sengketa hanya bisa dilakukan secara musyawarah tidak sampai pada upaya litigasi ke pengadilan. Jika upaya non litigasi tidak berhasil dan upaya litigasi tidak mempunyai kekuatan hukum maka yang terjadi adalah penyitaan dengan pemaksaaan untuk selanjutnya
dilakukan eksekusi barang jaminan.
SARAN – SARAN
1. Hendaknya para pelaku BMT betul-betul menerapkan hukum jaminan sebagaimana yang dimaksudkan peraturan perundangan dan juga tidak bertentangan dengan aturan hukum Islam. Hal itu dimaksudkan agar persoalan BMT tidak semakin ruwet yang pada akhirnya berujung pada kematian BMT itu sendiri
2. Keberadaan BMT memang bisa menjadi solusi masalah keuangan khususnya bagi masyarakat kecil menengah ke bawah, dengan ditandai tumbuh pesatnya BMT di berbagai tempat. Oleh karena itu sudah semestinya diterbitkan peraturan yang mengatur keberadaan BMT dan operasionalisasinya. Karena hingga saat ini eksistensi BMT di mata hukum masih dalam persimpangan.
. . . . . . . . . . . . .
(baca selengkapnya)